Kepongahanmu Menganalogikan Agama

Jika kau harus menjadikan rujukan seorang ahli dalam kondisi tertentu. bertanya, namun juga mengkritisi bahkan menentang kaidah yang sudah jelas bersumber dari Qur'an, Hadist, ijma' dan Qiyas 

yang jelas jelas nyata pernah dijelaskan secara sederhana bahkan dengan logika yang murni pula, namun jawaban mu tetap saja terus menyangkal. Ada dua kemungkinan problema tersebut antara disusupi faham atau mengikuti nalar liar arogan. 

Nampaknya kau dibuatnya penasaran hingga ingin menggali lebih dalam, tapi lagi-lagi alfaqir ini berasumsi "bukan karena itu" Melainkan dangkalnya pemahamanmu tentang perkara Agama, 

perkara akidah yang hanya kau coba pelajari kala beranjak tua, bukan seperti mereka-mereka yang kau remehkan sebab tak memiliki title dan harta layaknya diposisi dikau. Mencari pembenaran tidak harus melontarkan banyak kritikan, 

yang kau bungkus dengan pertanyaan manis tanpa menyinggung secuilpun perasaan. Tapi hati kecil ini mengatakan bukan karena itu sebenarnya, namun karena bentuk kepongahanmu dalam memahami syariat akidah secara personal. 
Teringatku tentang sebuah syair yang berbunyi "Belajar di waktu kecil, bagai mengukir diatas batu. Belajar sesudah dewasa, laksana mengukir diatas air.! Maka ba'it kedua cocok disematkan untukmu sebagai pembelajar diwaktu senja. 

Salutnya hati ini terhadapmu wahai para penggemar referensi dunia virtual, kau tetap masih terus belajar dan menjalankan ibadah dengan khusu' sesuai akidah yang kau fahami, hanya saja kau menempatkan nya pada orang yang lebih memahami dan belajar sejak dini bersila dihadapan para Kyai. 

Teruntuk engkau! Semoga tuhan memanjangkan umurmu, memelihara jasadmu dan meluruskan pikiranmu agar tetap menjadi pribadi yang tindih tidak ceplas ceplos mengikuti hawa nafsumu. 

Hilangkan egomu! lepaslah atribut materi yang menyandang tersemat dalam benakmu! Perkara agama, syari'at dan akidah tidak membutuhkan itu sebagai solusi, melainkan menghormati dan mendengar fatwa yang benar sesuai tuntunan beragama terutama dalam mengangkat tangan berdo'a (qunut) 

dengan bacaan biasa seyogyanya asalkan tidak menggunakan bahasa daerah sendiri. Hal Itu tidak pernah dibenarkan dalam seluruh mazhab empat imam (Hambali, Hanafie, Syafi'i dan Maliki) yang ada. 

Maka beragama itu tidak bisa mengikuti egoisme dan titel untuk membela argumen sendiri melainkan belajar menghormati Ahlul ilmi yang sudah terbukti sanad ilmunya sampai nabi sekalipun ia biasa tanpa bergelimang harta. 
Wallohu a'lam... 

#MenuliskuSebabMerdeka

Belum ada Komentar untuk "Kepongahanmu Menganalogikan Agama"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel