Dua Kata, Penggugat jiwa

Interupsi! Tuan dan Nyonya hakim. 
Saya ingin mengajukan gugatan ketidakwarasan atas kepentingan akal sehat.

Hari penghakiman itu datang lebih cepat dari dugaan-ku. Sekarang, semua orang lebih suka berperan sebagai Tuan dan Nyonya hakim bagi semua orang. Semua orang saling ingin memberikan vonis hukuman penjara seumur hidup kepada orang lain. Sedangkan kehidupan tidak menyediakan pengacara secara cuma-cuma.

Yang kuat menghakimi yang lemah. Yang lemah menghakimi orang yang selalu mengalah. Sedangkan, orang yang selalu mengalah menghakimi pribadinya sendiri. Semua saling membaca kesalahan satu sama lain juga membenarkan kebenaran satu sama lain.
Bukankah itu konyol? Tatkala tidak ada penyelidikan jelas. Tidak juga disertai bukti yang kuat. Dan tidak terdapat adanya pedoman yang bisa disepakati secara bersama.

Kamu lelah, berarti kamu lemah. Nasibmu jelek. Udah tua tapi belum menikah. Mimpimu doank yang gede, tapi kebanyakan tidur. Goblok! caramu salah. Kok gendutan sih? Kok mukamu banyak jerawat sih? Kok baperan sih? Berbuat baik jangan pamrih dong. Widih update jalan-jalan Mulu nih. pasti pakai duit orang tua!? Bisa matematika berarti orang pinter nih. Terlalu posesif sih, makanya dia pergi. Masih anak mama udah sok-sok an. Mampus! gagal lagi. Gak usah bangga modal warisan orang tua. Masih muda kok udah janda dan duda sih.? Cantik sih tapi pendek. Pinter sih tapi jelek. Kaya sih tapi bodoh. Alah, paling cuma dimanfaatin doi-Nya. Si paling akademisi. si paling organisatoris. Bentar lagi juga bakal Nyerah. Tukang ngabisin duit orang tua. Udah gede jadi lupa kacang akan kulit.

Rasanya memang benar. Berpikir dan merasa dua kata yang harus bisa berjalan berdampingan. Sebab apa yang kita pikir buruk, belum tentu buruk. Dan apa yang kita pikir baik belum tentu sepenuhnya baik.

Berapa kali kita tertipu oleh pikiran dan hati kita ketika, keduanya berjalan dijalur yang berbeda? Mungkin itulah alasan mengapa orang-orang terdahulu selalu berpesan:
Berimanlah, sebelum berfikir.
Berpikirlah, sebelum berbicara.
Berkacalah, sebelum bertindak.
Sebab apapun yang sudah keluar dari mulut dan apapun yang sudah terlanjur dilakukan tidak bisa dapat di tarik kembali.

Lagi pula, belum ada yang cukup pantas untuk menghakimi orang lain selain sang Pemilik kebenaran semesta. Tuhan tau, bahwa manusia adalah tempat salah. Oleh karna itu, Tuhan ciptakan kata 'Maaf' dan 'Terimakasih'. Untuk mengurangi rasa bersalah manusia kepada manusia lainnya, manusia pada diri sendiri dan manusia pada Tuhannya.
Namun, bukan berarti kita bisa menggunakan dua kata itu untuk setiap penghakiman yang secara sengaja kita lakukan kepada orang lain.
Percayalah, Tuhan punya alasan khusus kenapa manusia diciptakan berbeda-beda.

Semoga intrupsi ini bisa ditanggapi oleh semua orang yang merasa menjadi tuan dan nyonya dengan kewarasan akal.
Semoga( ◜‿◝ )


elsa.rose🌹
#StayPositif
#Warashati
#MenulisSebabMerdeka

Artikel Terkait

Belum ada Komentar untuk "Dua Kata, Penggugat jiwa"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel