Jasad Tumbang Raga Hilang Jiwa dalam Kehampaan
Mengingat ingat peristiwa lampau tentu tidak baik jika menyakitkan. Tentu tidak elok jika itu keburukan. Tentu akan menyusahkan bagi siapa yang merenungi-Nya. Bukankah mengingat kebaikan personal orang menjadi obat atas amarah dari secuil salah ketimbang berpuluh-puluh kebaikan.?
Seluruh dalil akan terbantahkan jika kemudian disandingkan dengan kondisi ketidakyakinan, segala qoul kalimat pembelaan demi menutupi salah tingkah dan tafsiran pada kelampauan masa indah.
Perasaan itu berkecamuk menggelora berembuk menghempas jantung jiwa. Jasad itu tumbang dibuatnya. Tersadar dan teringat masa. Masa saat semuanya tidak lagi dinilai dengan pandangan luas. Masa yang tidak bisa dikompromikan hanya dengan sudut pandang searah. Masa di mana semuanya sudah dianggap menjadi kenangan yang diasumsikan milik dan pengakuan personal. Bukankah rasa dan bahagia yang indah menunjukkan keberpihakan bersama?
Tertulis dalam sugesti pertemuan, tersemat dalam seluruh kalimat-kalimat yang keluar pada cafe bangku lesehan bekas semedi mencari jatidiri. Namun, takkan tertinggal harapan itu. Harapan yang diyakini kuat untuk penantian. Diyakini sebagai serpihan yang selama ini meninggalkan wadahnya telah kembali dan tidak tergantikan, artinya menjadi yang terakhir dan terbaik dalam setiap kerohanian. Bagaimana jika spekulasi itu mendapatkan asumsi serupa? Bagaimana! ?
Sekian dekade masa telah hampir sempurna terlalui dengan baik dan merana. Berpuluh tahun ia membelajarkan arti hidup tidak tersentuh dengan kekecewaan sempurna.
Mengharapkan tak terulang kembali kelenturan suara tersedu-sedu membuyarkan kristal beling bening menghampar berjatuhan agar tanah tetap berdo'a: bahagiakan ia dengan pilihannya, bahagiakan ia dengan kudrat dan Iradatmu Tuhan, aku rela terlentang demi kenyamanan dan bahagia nya. Aku rela tumbang demi menjaga nama baik dan martabatnya. Aku menengadah dengan membuka lebar kedua tangan, siap dan ridha aku menjadi pelampiasan nya. Silakan Tuhan! Aku Rela.
Tetapi aku manusia yang kuat dan wallahi demi langit dan bumi serta atas nama perjuangan jauhkan hati dari bisikan hantu syaiton yang berkata : "Inginku Mengakhiri Hidup ini. Tidak Tahan daku dan tidak adil perlakuanmu. Tidak Akan Tuhan! Saya Berjanji."
Kiranya begitu do'a-do'a yang aku Andaikan pada-Nya, dan Mustahil bagi orang beriman berilmu terbersit.
Maka, padaku dalam jawaban syair coretan pena akan ku tuangkan dalam deras kalimat panjang, inginku memberi respon dengan memberikan deskripsi panjang dan akan cukup belibetan dan tidak akan jelas pokok tujuan atas jawaban nantinya.
Beberapa jam dalam satu malam, secara refleks tuhan mentautkan secuil empati tertanam. Mencari serpihan puing yang hilang, mencari jejak yang tidak memiliki tanda, mencari malam yang tidak berbintang dan mencari manusia yang tidak memberikan identitas lokasi terlentang nya.Layak! nalar liar ini meronta-ronta bahkan bertanya tanpa menyembunyikan muka dan suara. Namun, tetap bertahan tidak ada jawabnya. Senggang dalam jeda, bertafakur kilas balik fenomena.
Ternyata, berniat baik tidak tepat pada goresan amarah membara. ternyata, niat baik tidak terkabul dalam sayatan amburadul nya jiwa. Mungkin inilah yang dinamakan Jasad Tumbang Raga Menghilang Jiwa dalam Kehampaan.
*MenuliskuSebabMerdeka
#PenaGengsi
Belum ada Komentar untuk "Jasad Tumbang Raga Hilang Jiwa dalam Kehampaan"
Posting Komentar