Gempuran Tuhan Sebagai Tumpuan Kalimat

Sebenarnya memang menghalau diri mendekat.
Diri memang membatasi komunikasi sebagaimana kebiasaan sebelumnya.
Jika diartikan atas persepsi dan asumsi pribadimu, akan menjadi sebuah kehormatan dapat direspon dengan objektif. Tentu dipersilakan! 

Menjauh, sejauh-jauhnya adalah perlawanan kekecewaan atas perlakuan dan sikap yang kau tampakkan dihadapan kepolosan dan tamparan lembut pada segenap keluarga yang dengan lugu hanya ingin dekat secara kekeluargaan bersilaturahmi dari hati ke hati.
Bayang mu memang mengeruk seluruh raga dan jiwa selama ini tetapi kesabaran adalah senjata utama. 

Dalil komitmen terus ku bawa menyelami segala keluh dan menerima berondongan diri atas segala kesah. 

Memang kau terus mendengar segala hal tentang kuatnya pikiran dan permintaan hatimu. Beberapa kali sering diingatkan untuk didengar lalu dipikirkan namun nyatanya nihil menyisakan nestapa hampa namun tetap terulang peringatan peringatan sama merasuk ke relung rasa hingga jiwa. 

Pendekatan sudah lentur dan landai di bangun semenjak perkara itu bermula namun analisa kontekstual mu cukup kuat dan tak gentar di goyah walau dengan rasionalitas dan asumsi terlayangkan berulang-ulang, Baik dari kekuatan orang dalam hingga perisai orang kepercayaan yang benar-benar memihak tanpa ragu wasilah awal mula tujuan. 

Ingat! Engkau harus ingat. Tak perlu banyak kau bertahan dengan dalil yang berulang ulang menjadi deskripsi dan penjabaran yang menyita waktu. 

Berusahalah untuk berfikir lebih tenang dan masuk akal. Segala kebaikan memang bersumber dari satu kebaikan yang sama, berpusat pada kekuatan magic yang tidak bisa dianalogikan dengan apapun jua, ia mutlak tanpa cekal dan akal.

Jiwa memang tak sekokoh yang tuhan titipkan pada-Mu. Pikiran tak seindah angan-angan Tuhan-Mu. Sejatinya Tuhan memiliki banyak hamba yang mengenalnya. 

Sejatinya Tuhan memiliki pengikut yang ikhtiar atas segala perintah sebelum berbelas kasih tawakkal padanya. Melayang segala berita tentang takdir di penjuru jepu jepa . Lalu, sikap-Mu tetap dengan hal sama menanti takdir yang telah diberikan jalan untuk mengubahnya namun, kau enggan menggeruduk dan menapaki. Tidak ada manusia akan membiarkan dirinya terjerumus kedalam Liang lahat yang telah diketahuinya. 

Tidak ada makhluk akan berbelok jika ia tahu Tembusannya adalah jurang serupa. Hamba mana tidak ingin menghindari batu besar saat berjalan menaiki Honda kendaraannya apalagi berboncengan!?
Maka, Tuhan memberikan Garis sesuai kemampuan. Kemampuan akal dan pikiran selebihnya itulah yang diserahkan terhadap pemilik alam semesta yang mengatur segala gala untuk kebaikan dan kepentingan agama.

Tulisan ini tidak layak dibaca bagi mereka yang merasa dan bersahabat dengan dirinya, tulisan ini akan cocok di fahami oleh ia yang bijak dan memahami segala kondisi serta situasi setiap porsi pada Tuhannya.

Kita memang harus bertumpu pada tuhan semata wayang.

Kita memang wajib berserah diri atas segala perkara yang dibuat manusia melalui perintah Tuhan-Nya. 

Kita harus tetap sadar bahwa pergerakan manusia adalah perjalanan sebab akibat yang dengan-Nya harus saling menguntungkan manusia satu dengan hamba lain agar segala penciptaan Tuhan tidak bertabrakan dan menimbulkan kerusakan berlebih di atas muka bumi. 

Demikian, Tulisan ini dipersembahkan untuk kalian yang memiliki Tuhan dan Allah yang maha Tahu setiap hamba sahaya. Terakhir Berdo'a lah agar kesabaran-Mu melebihi benteng berlapis baja. Tidak goyah dicekal fasilitas, tak kesal ditinggal sarana dan prasarana serta tidak pesimis ditinggal oleh manusia yang merekah di relung jiwa.
#MenuliskuSebabMerdeka

Belum ada Komentar untuk "Gempuran Tuhan Sebagai Tumpuan Kalimat"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel