Tuhanmu, Dusta!

Siapa sangka cerita yang kali ini mesti mengungkapkan kondisi dan keadaan agamis dalam berbagai sudut yang menyebabkan Tuhan nya dusta. Bagaimana tuhan dapat kau jadikan dalil membela diri dalam kepentingan-Mu semata. Tidak sadarkah atau memang tidak mengerti konsep ketuhanan.? Tuhan-mu Dusta! 

Berkelakar layaknya kaum Sufisme mengakomodir segala tingkah didalamnya mengambil keputusan harus dengan zikir tanpa pikir serta logika empirisme dan memantau kondisi mudhorot juga maslahat dalam lingkungan sosial, layakkah! Lalu terus terlena dalam belenggu itu. Sementara masih ada nalar pikir dan akal..? Tuhan-Mu Dusta! 

Memberikan pembelaan dengan memberikan komparasi zaman, yang kian tidak dapat ditebak contoh saja kenaikan bahan pokok dan bahan pangan keseharian agar bagian pendapatanmu lebih daripada yang diharapkan. Bukankah suatu waktu engkau akan menjadi pengusaha dan atau produsen serta berada pada fase itu nantinya? Semoga saja. Bagaimana? Masih mempertahankan komparasi dalam justifikasi makhluk lain? 
Tuhan-Mu Dusta..! 

Memberikan Nasihat serta kalkulasi terstruktur dengan harus tuntas dalam sekian bagian secara adil dan merata, dengan dalih demi kepentingan pemeriksaan audit mendatang. Tapi tidakkah dikau sadari saat itu terjadi, engkau pernah melakukan kinerja yang serupa atau paling tidak kolega mu memilih berada menyertai sisi khusus menjadi auditor dengan Menyeleksi memilah sesuai ingin dan hasrat. Begitu caramu? Tuhan-Mu Dusta! 

Engkau memiliki kubu dengan ideologi serupa yaitu pancasila dan dengan bendera yang sama, menyuarakan konsep dan gagasan berbeda. Tangan terkepal sembari berucap 'Allohu Akbar' dalam menegakkan keadilan namun menolak cita-cita juga tujuan dalam mengembangkan kepentingan membesarkan wadah sendiri. Bukankah esensi yang disuarakan memiliki gaung sama walaupun sasaran wilayah beda? Tuhan-Mu Dusta.! 

Menekan pikiran pada pokok anutan dalam organisasi, memiliki jatidiri dan pembeda yang jauh sebelum hari ini, menjadi masukan ke relung memori sadar dalam sanubari, membenarkan golongan sendiri dan memandang sebelah mata kubu lain diluar barisan dengan atas nama ajaran agama Ahlussunnah jadi anutan. Bergulirnya pekan mengubah posisi menjadi depan dan bahkan berkontribusi menjadi pengembang dalam ruang diskusi yang engkau jadikan buah bibir dan buah doktrinal untuk menentang. Dimana letak konsistensi mempertahankan doktrin ajaran yang kau terapkan semasa menjalin perbedaan? Bukankah, tidak seharusnya menyudutkan kelompok lain jika sama-sama memiliki tujuan untuk mengeluarkan anak bangsa Indonesia dari gemerlap kebodohan menuju mercusuar sinar yang mengerti agama dan memahamkan derasnya ilmu pengetahuan?? Tuhan-Mu Dusta.!

Engkau selalu bercerita dengan senyum tulus dimuka, tak ada tanda kerutan yang menimpa. Semua pembelaan sebagai keyakinan respondenmu dengan dikuatkan kalimat tauhid membersamai dan untaian pesan hikmah menyertai. Tetapi dalam implementasi nya kau mulai mengaduk dengan membantu kebaikan kebaikan dengan kedok Keprofesionalan seolah tidak terjadi apa-apa. Namun bukankah menahan diri untuk tidak terlibat mengikuti ego adalah bagian dari menjaga titah ketaatan pada orang tua melalui mentaati segala aturan baiknya demi menjaga martabat dan kehormatan keluarga? Tetapi nyatanya pernyataan itu kau lawan dan porak-porandakan secara tidak langsung. Tuhan-mu Dusta! 

Jika berfikir dalam setiap salah dan keliru adalah permohonan maaf yang cukup menjadi pereda perasa hati serta penabur benih untuk tumbuh kembali menggantikan yang layu dan yang mati bahkan dengan kau tambahkan beratus-ratus ucapan mantra adat istiadat diakhir kalimat tahlil sebagai penunjang tanpa kau memikirkan ada batang lain sedang bertunas dan berbuah.! Tuhan-mu, Dusta! 

Kau percaya dan yakini ajaran agama dengan sebaik-baiknya ditandai atas kepintaran-mu membaca,memahami segala dalil dan referensi ulama klasik juga mempelajari karangan ulama kontemporer tentang perkembangan Ummat manusia. Sementara, Implementasi yang kau gambarkan dalam dirimu menunjukkan ketindihan dan penerapan yang sesuai tetapi melupa Hak dan syarat manusia dan lingkungan sosial lain. Maka, Tuhan-tuhan yang kau sebutkan dengan ayat-ayat sebelumnya merupakan bentuk penDUSTAan sederhana yang meski kita introspeksi bersama melalui cermin diri dan KRITIKan kolega juga pembaca. Demikian. Tuan dan Nyonya. 
#MenuliskuSebabMerdeka

Belum ada Komentar untuk "Tuhanmu, Dusta! "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel